SANDINEWS.ID, Buton Tengah – Aksi demonstrasi mewarnai halaman Kantor DPRD Buton Tengah. Massa dari Aliansi Satuan Mahasiswa Pemuda Rasional Agamis dan Sosialis (ASMPRAS Buteng) turun ke jalan menyoroti carut-marut birokrasi pasca pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Azhari-Muh. Adam Basan. Sorotan utama tertuju pada pengangkatan 16 Penjabat (Pj) Kepala Desa yang dinilai cacat aturan di tengah belum definitifnya jabatan Sekda. Senin (26/5/2025).
Aksi ini menjadi sinyal kuat bahwa publik menuntut transparansi dan akuntabilitas lebih, dalam pengelolaan birokrasi di Buton Tengah.
Koordinator aksi, Gery Puji Prasetyo, menilai pengangkatan sejumlah Pj.Kades tidak sesuai dengan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 21 Tahun 2023 yang mengatur tata cara penunjukan Pj. Kades.
“Kami temukan ada Pj. Kades yang bukan berasal dari ASN desa tersebut, bahkan ada yang berasal dari luar wilayah Kabupaten Buton Tengah. Ini bentuk pelecehan terhadap potensi lokal,” ujar Gery lantang.
Ia menambahkan, fakta ini mencerminkan krisis kepercayaan terhadap sumber daya manusia (SDM) lokal di tingkat kecamatan.
“Seolah-olah masyarakat setempat tidak layak, padahal banyak putra daerah yang memenuhi syarat,” tegasnya.
Lebih jauh, Gery juga mempertanyakan legitimasi pengangkatan Pj. Kades tersebut mengingat saat ini belum ada Sekretaris Daerah (Sekda) definitif di lingkup Pemkab Buton Tengah.
“Kalau jabatan Sekda saja masih kosong, lantas siapa yang memproses administrasi strategis seperti pengangkatan Pj. Kades? Ini pertanyaan besar bagi kami,” ungkapnya.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi III DPRD Buton Tengah, Boby Ertanto, S.Pd menyatakan akan segera menindaklanjuti tuntutan massa.
“Ada tiga poin penting yang kami catat, dugaan pemborosan anggaran di BKKBN, kekosongan jabatan Sekda, dan mekanisme pengangkatan Pj Kades. Kami akan panggil pihak terkait dan dudukkan bersama dalam rapat dengar pendapat,” ujar Boby.
Ia juga menyoroti posisi Konstatinus Bukide yang selama ini dikenal sebagai Sekda, namun belakangan telah digantikan oleh Plh. Sekda versi pemerintah daerah.
“Kita butuh kejelasan status dan legalitas semua kebijakan agar tidak jadi bola liar di masyarakat,” pungkasnya.
Laporan: Jumain Prapanca
Tinggalkan Balasan